Pertanyaan:
Ustadz, mohon dijelaskan apa itu ru’yatullah (melihat Allah). Jazakumullah khayran sebelumnya.
Jawaban:
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash shalatu was salamu ‘ala asyrafil anbiya wal mursali, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du.
Di antara pokok akidah Ahlussunnah adalah meyakini bahwa orang-orang yang beriman kelak dapat melihat Allah secara langsung dengan mata kepala mereka sendiri di akhirat. Keyakinan ini disebut juga dengan istilah ru’yatullah.
Dalil-dalil Ru’yatullah
Iman terhadap Ru’yatullah didasari dalil-dalil Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’ para ulama. Allah ta’ala berfirman:
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
“Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabb-nya mereka melihat” (QS. Al-Qiyamah: 22-23).
Allah ta’ala berfirman:
عَلَى اْلأَرَآئِكِ يَنظُرُونَ
“Mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang” (QS. Al-Muthaffifin: 35).
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini:
أي إلى الله عز وجل في مقابلة من زعم فيهم أنهم ضالون وليسوا بضالين بل هم من أولياء الله المقربين ينظرون إلى ربهم في دار كرامته
“Maksudnya memandang kepada Allah ‘azza wa jalla. Sebagai ganjaran karena mereka telah dituduh sesat di dunia, padahal mereka tidak sesat. Bahkan mereka adalah wali-wali Allah yang didekatkan kepada-Nya. Mereka memandang kepada Rabb mereka di Surga” (Tafsir Ibnu Katsir).
Allah ta’ala berfirman:
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya” (QS. Yunus : 26).
Ziyadah dalam ayat ini artinya melihat Allah di akhirat. Disebutkan dalam Tafsir Ath-Thabari:
عن أبي بكر الصديق: (للذين أحسنوا الحسنى وزيادة) ، قال: النظر إلى وجه ربهم
“Dari Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu’anhu, tentang ayat [Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya]. Abu Bakar mengatakan: ziyadah adalah melihat wajah Allah.” (Tafsir Ath-Thabari, no. 17610).
Tafsiran ini diriwayatkan dari banyak sahabat lainnya seperti Abu Musa Al-Asy’ari, Amir bin Sa’ad, Ubay bin Ka’ab, Ka’ab bin Ujrah, Shuhaib Ar Rumi, dan para sahabat lainnya.
Allah ta’ala berfirman:
لَهُم مَّايَشَآءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ
“Mereka di dalamnya (surga) memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami adalah tambahannya” (QS. Qaf: 35).
Mazid dalam ayat ini artinya melihat Allah di akhirat. Sebagaimana riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu:
عن أنسٍ : { ولدينا مزيد } قال : يتجلَّى لهم كلُّ جمعةٍ
“Dari Anas, tentang ayat [dan pada sisi Kami adalah tambahannya], Anas berkata: Maksudnya Allah menampakkan diri-Nya kepada penduduk surga setiap hari Jum’at” (HR. Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, dishahihkan Ibnu Taimiyah dalam Majmu Al-Fatawa no. 6/415).
Demikian juga dalil-dalil dari As-Sunnah. Dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ إذْ نَظَرَ إلى القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ قالَ: إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لاَ تَضَامُّوْنَ فِي رُؤْيَتِهِ، فَإِنِ اْستَطَعْتُمْ أَنْ لاَ تُغْلَبُوْا عَلَى صَلاَةٍ قَبْلَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ وَصَلاَةٍ قَبْلَ غُرُوْبِهَا فَافْعَلُوْا
“Suatu malam kami sedang duduk-duduk bersama di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil memandang ke arah bulan di malam purnama. Kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini. Kalian tidak berdesak-desakan ketika melihatNya. Oleh karena itu, jika kalian mampu, untuk tidak mengabaikan shalat sebelum terbit matahari (Subuh) dan shalat sebelum terbenam matahari (Ashar), maka kerjakanlah” (HR. Bukhari no.7434, Muslim no. 633).
Dari Shuhaib bin Sinan radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ، قَالَ : يَقُوْلُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : تُرِيْدُوْنَ شَيْئًا أَزِيْدُكُمْ؟ فَيَقُولُوْنَ : أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوْهَنَا؟ أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ؟ قَالَ : فَيُكْشَفُ الْحِجَابُ فَمَا أُعْطُوْا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ .
“Apabila penghuni surga telah masuk surga, Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ”Apakah kalian menginginkan sesuatu yang dapat Aku tambahkan?” Mereka menjawab,”Bukankah Engkau telah menjadikan wajah-wajah kami putih berseri? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka?” Nabi bersabda,”Maka disingkapkanlah tabir penutup, sehingga tidaklah mereka dianugerahi sesuatu yang lebih mereka senangi dibandingkan anugerah melihat Rabb mereka Azza wa Jalla” (HR. Muslim, no.181).
Dalam riwayat dari Jarir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ عِيَانًا
“Kalian akan melihat Allah dengan mata kepala langsung” (HR. Al-Bukhari no.7435).
Demikian juga dalil dari ijma’ ulama. Abdul Ghani Al-Maqdisi rahimahullah mengatakan:
وأجمع أهل الحق واتَّفق أهل التوحيد والصدق – أن الله تعالى يرى في الآخرة كما جاء في كتابه وصح عن رسوله
“Ahlul haq dan ahlut tauhid sepakat bahwa Allah ta’ala bisa dilihat di akhirat sebagaimana terdapat dalam Kitab-Nya dan dalam hadits Rasul-Nya yang shahih” (Aqidah Al-Hafizh Abdul Ghani Al-Maqdisi, 58).
Ibnu Abil Izz Al-Hanafi rahimahullah juga mengatakan:
وقد قال بثبوت الرؤية الصحابة والتابعون، وأئمة الإسلام المعروفون بالإمامة في الدين، وأهل الحديث، وسائر طوائف أهل الكلام المنسوبون إلى السنة والجماعة
“Para sahabat dan tabi’in telah menetapkan adanya ar-ru’yah. Demikian juga para imam yang dikenal dalam Islam. Demikian juga ahlul hadits dan semua golongan ahlul kalam yang menisbatkan diri pada sunnah dan jama’ah” (Syarah Ath-Thahawiyah, 153).
Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan:
قد تظاهرت أدلة الكتاب والسنة وإجماع الصحابة، فمن بعدهم من سلف الأمة – على إثبات رؤية الله تعالى في الآخرة للمؤمنين
“Telah jelas dalil-dalil Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’ sahabat, serta orang-orang setelah mereka dari kalangan salaf yang menetapkan ru’yatullah di akhirat bagi kaum Mukminin” (Syarah Shahih Muslim, 3/15).
Sampai di sini telah jelas bahwa akidah tentang kaum Mukminin akan melihat Allah di akhirat adalah akidah yang benar berdasarkan dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah serta disepakati oleh semua ulama Ahlussunnah tanpa ada khilafiyah. Berbeda dengan keyakinan ahlul bid’ah yang mengingkari hal ini.
Orang kafir tidak akan pernah melihat Allah
Adapun orang kafir, mereka tidak akan pernah melihat Allah. Allah ta’ala berfirman:
كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ
“Sama sekali tidak! Sesungguhnya mereka (orang-orang kafir) terhalangi dari Rabb mereka di hari ini” (QS. Al-Muthaffifin: 15).
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan:
ونزل سجين ثم هم يوم القيامة مع ذلك محجوبون عن رؤية ربهم وخالقهم
“Mereka (orang-orang kafir) di hari Kiamat akan masuk neraka Sijjin dan selain itu juga akan terhalangi dari melihat Rabb mereka dan pencipta mereka” (Tafsir Ibnu Katsir).
Allah tidak dapat dilihat di dunia
Adapun di dunia, baik orang mukmin ataupun orang kafir, tidak akan dan tidak mampu melihat Allah ta’ala dengan mata kepala secara langsung. Andaikan Allah menampakkan diri-Nya kepada gunung-gunung, niscaya gunung-gunung tersebut akan hancur. Jika gunung yang besar dan kuat saja demikian, apalagi manusia? Allah ta’ala sebutkan hal ini dalam firman-Nya:
وَلَمَّا جَاۤءَ مُوْسٰى لِمِيْقَاتِنَا وَكَلَّمَهٗ رَبُّهٗۙ قَالَ رَبِّ اَرِنِيْٓ اَنْظُرْ اِلَيْكَۗ قَالَ لَنْ تَرٰىنِيْ وَلٰكِنِ انْظُرْ اِلَى الْجَبَلِ فَاِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهٗ فَسَوْفَ تَرٰىنِيْۚ فَلَمَّا تَجَلّٰى رَبُّهٗ لِلْجَبَلِ جَعَلَهٗ دَكًّا وَّخَرَّ مُوْسٰى صَعِقًاۚ فَلَمَّآ اَفَاقَ قَالَ سُبْحٰنَكَ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاَنَا۠ اَوَّلُ الْمُؤْمِنِيْنَ
“Dan ketika Musa datang untuk (munajat) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” (Allah) berfirman, “Engkau tidak akan (sanggup) melihat-Ku, namun lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya engkau dapat melihat-Ku.” Maka ketika Tuhannya menampakkan (keagungan-Nya) kepada gunung itu, gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah Musa sadar, dia berkata, “Mahasuci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.” (QS. Al-A’raf: 143).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
تَعَلَّمُوا أَنَّهُ لَنْ يَرَى أَحَدٌ مِنْكُمْ رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ حَتَّى يَمُوتَ
“Ketahuilah bahwa kalian tidak akan bisa melihat Rabb kalian azza wa jalla sampai kalian mati” (HR. Muslim no.169).
Dari Aisyah radhiyallahu’anha, ia berkata:
مَنْ زَعَمَ أَنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَبَّهُ فَقَدْ أَعْظَمَ عَلَى اللهِ الفِرْيَةَ
“Siapa yang mengklaim bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Rabb-nya di dunia, maka ia telah membuat kedustaan yang besar tentang Allah” (HR. Bukhari no.3234, Muslim no.177).
Dan keyakinan ini juga merupakan kesepakatan ulama. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:
كل من ادعى أنه رأى ربه بعينيه قبل الموت فدعواه باطلة باتفاق أهل السنة والجماعة
“Siapa saja yang mengklaim telah melihat Allah dengan mata kepalanya secara langsung sebelum mati, maka klaim tersebut batil berdasarkan kesepakatan ulama Ahlussunnah wal Jama’ah” (Majmu’ Al-Fatawa, 3/389).
Apakah Rasulullah melihat Allah di dunia?
Namun terdapat khilaf di antara ulama Ahlussunnah apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Allah di dunia. Sebagian ulama berpendapat bahwa beliau pernah melihat Allah secara langsung ketika peristiwa Isra Mi’raj dan ini adalah kekhususan beliau.
Namun pendapat yang rajih, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Allah dengan hatinya, bukan dengan mata kepala beliau yang mulia. Ibnu Abbas radhiyallahu’ahu mengatakan:
رَآهُ بِفُؤَادِهِ مَرَّتَيْنِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Allah dengan hatinya sebanyak dua kali” (HR. Muslim no. 437).
Sehingga riwayat ini tidak bertentangan dengan riwayat dari Aisyah di atas. Karena yang diingkari Aisyah adalah melihat dengan mata kepala secara langsung di dunia. Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:
وفي رواية عنه – يعني ابن عباس – أطلق الرؤية، وهي محمولة على المقيدة بالفؤاد، ومن روى عنه بالبصر فقد أغرب، فإنه لا يصح في ذلك شيء عن الصحابة رضي الله عنهم
“Dalam riwayat dari Ibnu Abbas, beliau memutlakkan ru’yah. Maka ini kita bawa kepada melihat dengan hati. Siapa yang mengatakan Nabi melihat Allah langsung dengan mata kepalanya, maka ini pendapat nyeleneh. Dan tidak ada satu pun riwayat yang shahih tentang itu dari para Sahabat radhiallahu’anhum” (Tafsir Ibnu Katsir, 7/448).
Akidah ahlul bid’ah dalam masalah ini
Sekte Jahmiyah, Mu’tazilah dan Rafidhah, mengingkari ru’yatullah secara mutlak. Mereka mengatakan bahwa Allah tidak mungkin bisa dilihat dengan mata kepala manusia baik di dunia ataupun di akhirat. Akidah mereka ini dibangun di atas keyakinan mereka yang menolak untuk menetapkan sifat-sifat bagi Allah ta’ala.
Adapun sekte Sufiyah, Hululiyah, dan Ittihadiyah menetapkan ru’yatullah secara mutlak, termasuk di dunia. Mereka mengatakan bahwa Allah bisa dilihat oleh manusia di dunia. Akidah mereka ini dibangun di atas keyakinan mereka yang menyamakan Allah dengan makhluk dan meyakini bersatunya Allah dengan makhluk.
Inilah akidah-akidah ahlul bid’ah yang ekstrem kanan dan ekstrem kiri, serta sangat jauh dari dalil-dalil Al-Qur’an, As-Sunnah serta kesepakatan para ulama dalam masalah ini.
Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.
Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.
***
Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/42178-akidah-tentang-melihat-allah-di-akhirat.html